Audiensi dengan Dewan Jamu Indonesia, BRIN Perkuat Riset dan Inovasi Produk Jamu Lokal
- 0 Comments
- 38 Views
Jakarta – Humas BRIN. Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, menerima audiensi Dewan Jamu Indonesia di Gedung BJ Habibie, Jakarta, Rabu (8/1). Pertemuan ini membahas langkah strategis untuk memperkuat riset dan inovasi produk jamu berbasis kearifan lokal, sehingga mampu bersaing di pasar domestik maupun internasional.
Handoko menegaskan pentingnya meningkatkan kualitas produk jamu melalui pendekatan riset yang lebih mendalam. “BRIN siap menjadi enabler dalam pengembangan produk jamu, terutama jika produsen ingin meningkatkan kategori produk menjadi Obat Herbal Terstandar (OHT) atau Fitofarmaka. Hal ini memerlukan uji praklinis dan klinis yang signifikan, dan di sinilah BRIN bisa memberikan kontribusi besar,” ujarnya.
Lebih lanjut, Handoko menjelaskan bahwa BRIN memiliki infrastruktur lengkap seperti laboratorium berstandar GMP (Good Manufacturing Practice) dan fasilitas produksi terbatas untuk mendukung pengembangan produk. Dengan memanfaatkan fasilitas ini, produsen dapat menghemat biaya dan waktu tanpa mengganggu lini produksi reguler mereka.
Handoko juga mendorong saintifikasi jamu berbasis kearifan lokal. Ia menyebut bahwa riset mendalam untuk membuktikan secara ilmiah manfaat jamu dapat membuka peluang pengembangan produk baru. “Inspirasi dari kearifan lokal bisa menjadi basis inovasi. Dengan dukungan evaluasi genomik dan data lainnya, kita bisa mengembangkan produk yang lebih baik atau meningkatkan kualitas yang sudah ada,” tambahnya.
Untuk mendukung hal ini, BRIN telah memiliki skema program akuisisi pengetahuan lokal yang melibatkan masyarakat, termasuk pelajar dan mahasiswa. Program ini bertujuan mendokumentasikan kearifan lokal dalam bentuk buku, video, atau audiovisual lainnya.
Dalam audiensi tersebut, BRIN membuka peluang kolaborasi dengan Dewan Jamu Indonesia untuk memperluas program akuisisi pengetahuan lokal yang spesifik mengenai jamu. Selain itu, BRIN mengusulkan agar produk inovasi jamu dapat ditampilkan dalam pameran tahunan Indonesia Research and Innovation Expo (Inari Expo).
“Pameran ini dapat menjadi platform untuk memperkenalkan produk jamu unggulan dalam skala nasional dan internasional. Dengan pengelompokan berdasarkan klaster, seperti ‘Jamu Nusantara’, produk-produk inovatif akan lebih mudah diterima publik,” kata Handoko.
Sebagai penutup, Handoko mengajak produsen jamu dan Dewan Jamu Indonesia untuk terus meningkatkan kualitas produk mereka dan menjalin kolaborasi lebih erat dengan BRIN. “Kami ada untuk mendukung langkah strategis ini. Semoga kolaborasi ini mampu mengangkat citra jamu sebagai warisan budaya sekaligus produk inovasi modern yang membanggakan,” katanya.
Dukungan Saintifikasi Jamu untuk Penguatan Jamu Nusantara
Dalam audiensi tersebut, Ketua Umum Dewan Jamu Indonesia, Mayjen TNI (Purn.) Prof. Dr. dr. Daniel Tjen, Sp.S., didampingi Sekretaris Umum Dewan Jamu Indonesia, apt. Fajar Prasetya, M.Si., Ph.D., menyampaikan pentingnya mengoptimalkan riset berbasis saintifikasi jamu. Daniel menyoroti regulasi terkait, seperti Permenkes Nomor 3 Tahun 2010 tentang saintifikasi jamu, sebagai landasan untuk memperkuat posisi jamu di Indonesia.
Menurutnya, jamu ini memang memiliki pendekatan riset yang berbeda dibandingkan OHT dan fitofarmaka. Metode yang digunakan dikenal sebagai reverse fitofarmakologi, di mana efek klinisnya dipelajari lebih dahulu dan kemudian diperkuat dari sisi kimia fisikanya. Jadi, ini adalah jalan awal yang penting untuk meningkatkan kualitas jamu secara bertahap.
Ia menekankan pentingnya pengumpulan data ilmiah untuk mendukung perkembangan jamu. “Betul data itu sangat penting. Jamu tidak akan bisa maju tanpa adanya data pendukung, meskipun memang sifatnya berbeda dengan OHT dan fitofarmaka. Ini adalah tantangan yang harus kita jawab bersama,” tambahnya.
Daniel juga mengungkapkan bahwa Dewan Jamu Indonesia telah menyusun program untuk mendukung dokumentasi jamu Nusantara. Ia menyoroti perlunya merangkul kearifan lokal dari seluruh wilayah Indonesia, bukan hanya Jawa, mengingat sejarah panjang jamu yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.
“Jamu sering dianggap Jawa-sentris, padahal kalau kita lihat dari sejarah, jamu itu ada di seluruh Nusantara. Misalnya, di Kalimantan Timur, Kerajaan Kutai juga memiliki tradisi jamu yang menggunakan bahasa lokal mereka. Ini yang akan menjadi fokus kita untuk mendokumentasikan dan melestarikan kearifan lokal ini,” jelasnya.
Fajar Prasetya menambahkan bahwa program ini telah mendapatkan dukungan dari beberapa sponsor. “Alhamdulillah, sudah ada sponsor yang meminta proposal dari Dewan Jamu Indonesia untuk mendukung akuisisi pengetahuan lokal terkait jamu. Dengan dukungan ini, kami akan memulai program pendokumentasian dan penelitian dari Sabang sampai Merauke,” ujarnya.
Daniel mengapresiasi inisiatif BRIN dalam membuka peluang kolaborasi yang lebih luas. Ia juga berharap program-program seperti pameran Inari dapat menjadi platform untuk memperkenalkan hasil inovasi produk jamu di tingkat nasional dan internasional.
“Kami sepakat dengan pandangan Bapak Kepala BRIN bahwa riset dan inovasi harus menjadi pondasi untuk memajukan jamu. Kami berharap kerja sama ini dapat segera diwujudkan, termasuk program akuisisi pengetahuan lokal yang lebih fokus pada jamu. Dengan sinergi ini, kita bisa mengangkat jamu Nusantara ke tingkat yang lebih tinggi,” pungkasnya. (jml)